Collaborative Learning
Pengertian Collaborative Learning
sumber : https://www.eztalks.com/online-education/what-is-collaborative-learning.html |
“Collaborative
learning” is an umbrella term for a variety of educational approaches involving
joint intellectual effort by students, or students and teachers together.
Usually, students are working in groups of two or more, mutually searching for
understanding, solutions, or meanings, or creating a product. Collaborative
learning activities vary widely, but most center on students’ exploration or
application of the course material, not simply the teacher’s presentation or
explication of it. (Smith & Macgregor, 1992). Pada
pembelajaran kolaboratif pembelajaran bukan teacher
centered melainkan bergeser menjadi student
centered. Pada collaborative learning
proses mengajar, mendengarkan atau mencatat tidak hilang sepenuhnya, namun
berjalan beriringan dengan proses diskusi peserta didik selama pembelajaran
berlangsung.
Menurut
Deutch (Feng Chun, 2006), pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang
menggunakan kelompok-kelompok kecil peserta didik yang bekerja sama untuk
memaksimalkan hasil belajar mereka. Lebih khusus, Gokhale (1995) mendefinisikan
pembelajaran kolaboratif sebagai pembelajaran yang menempatkan peserta didik
dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam bekerja bersama dalam suatu
kelompok kecil untuk mencapai tujuan akademik bersama. Setiap peserta didik
dalam suatu kelompok bertanggung jawab terhadap sesama anggota kelompok. Dalam
pembelajaran kolaboratif, peserta didik berbagi peran, tugas, dan tanggung
jawab guna mencapai kesuksesan bersama (Mahmudi, 2006).
Pembelajaran
kolaboratif dapat didefinisikan sebagai filsafat pembelajaran yang memudahkan
para peserta didik bekerjasama, saling membina, belajar dan berubah bersama,
serta maju bersama pula.(Suryani, 2008). Pembelajaran
kolaboratif memudahkan para peserta didik belajar dan bekerja bersama, saling
menyumbangkan pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar
secara kelompok maupun individu.
Kerja
kolaboratif adalah suatu proses kerja sama yang dilakukan oleh baik antar
individu maupun antar kelompok, yang saling penuh perhatian dan penghargaan
sesama anggota untuk mencapai tujuan bersama (penulis) Pembelajaran kolaboratif
menurut Gerlach, "Collaborative learning is an educational approach to teaching
and learning that involves groups of students working together to solve a
problem, complete a task, or create a product".
Menurut
Smith dan Macgregor (1992) pembelajaran kolaboratif didasarkan pada beberapa
asumsi:
1.
Learning
is an active, constructive process
Untuk
mempelajari bahan pelajaran, peserta didik harus terlibat aktif dengan bahan
itu. Peserta didik harus dapat mengintegrasi bahan baru dengan bahan yang yang
telah dipelajari sebelumnya. Peserta didik juga harus dapat membuat sesuatu
yang baru terkait dengan bahan pelajaran.
2.
Learning
depends on rich contexts
Recent
research suggests learning is fundamentally influenced by the context and
activity in which it is embedded (Brown, Collins and Duguid, 1989).
Collaborative learning activities immerse students in challenging tasks or
questions. Rather than beginning with facts and ideas and then moving to
applications, collaborative learning activities frequently begin with problems,
for which students must marshal pertinent facts and ideas. Instead of being
distant observers of questions and answers, or problems and solutions, students
become immediate practitioners. Rich contexts challenge students to practice
and develop higher order reasoning and problem- solving skills.
3. Learners are diverse
Peserta
didik memiliki banyak perbedaan, diantaranya latar belakang, gaya belajar,
pengalaman dan aspirasi. Sebagai guru kita tidak dapat menyamaratakan peserta
didik, namun harus mengakui adanya perbedaan itu dan bekerja sama dalam
meningkatkan mutu pencapaian hasil dalam proses belajar.
4.
Learning
is inherently social
As
Jeff Golub points out, “Collaborative learning has as its main feature a
structure that allows for student talk: students are supposed to talk with each
other....and it is in this talking that much of the learning occurs.” (Golub,
1988) Collaborative learning produces intellectual synergy of many minds coming
to bear on a problem, and the social stimulation of mutual engagement in a
common endeavor. This mutual exploration, meaning-making, and feedback often
leads to better understanding on the part of students, and to the creation of
new understandings for all of us.
Tujuan
Menurut
Smith dan Macgregor (1992) tujuan dari pembelajaran kolaboratif yaitu :
1.
Involvemen
Calls
to involve students more actively in their learning are coming from virtually
every quarter of higher education. Peserta didik diharapkan terlibat dalam
pembelajaran serta dengan peserta didik lain.
2.
Cooperation and Team Work
In
collaborative endeavors, students inevitably encounter difference, and must
grapple with recognizing and working with it. Pada pembelajaran kolaboratif peserta
didik diharapkan dapat membangun kerja sama dengan peserta didik lain,
membangun sikap toleransi akan adanya perbedaan.
3.
Civic Responsibilit
If
democracy is to endure in any meaningful way, our educational system must
foster habits of participation in and responsibility to the larger community.
Pada pembelajaran kolaboratif peserta didik diharapkan aktif dalam menyampaikan
ide, aspirasi, nilai, dan apapun yang mengganggu pemikirannya.
Karakteristik
Menurut Klemm
(Feng Chun, 2006), terdapat beberapa karakteristik pembelajaran kolaboratif,
yakni:
1.
Ketergantungan positif
Ketergantungan yang positif antarpeserta
didik dalam suatu kelompok menjadi prasyarat terjadinya kerja sama yang
positif. Ketergantungan positif akan terjadi jika setiap anggota kelompok menyadari
bahwa seseorang tidak dapat berhasil tanpa melibatkan keberhasilan anggota lainnya.
Untuk mencapai hal ini, tujuan kelompok harus dikomunikasikan kepada semua anggota,
sehingga mereka meyakini bahwa mereka akan dapat “berenang” bersama. Menurut Klemm
(Feng Chun, 2006), terdapat beberapa ciri adanya ketergantungan positif pada
suatu kelompok, yakni: (1) setiap anggota kelompok berusaha untuk mencapai
kesuksesan bersama, (2) setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi yang unik
(spesifik) dan memiliki peran yang berbda, tetapi peran itu harus mendukung
pencapaian tujuan kelompok. Peran-peran itu di antaranya adalah: (a) membaca
dan menginterpretasikan suatu materi atau masalah (b) mendorong dan memotivasi
semua anggota untuk berpartisipasi dalam diskusi, dan (c) merangkum temuan atau
kesepakatan kelompok (hasil diskusi).
2.
Interaksi
Interaksi
antaranggota kelompok menjadi demikian penting karena terdapat aktivitas- aktivitas
kognitif penting dan kecakapan interpersonal yang dinamis hanya terjadi jika terdapat
interaksi yang dinamis. Aktivitas kognitif dan kecakapan interpersonal yang
dinamis itu dapat dicapai melalui berbagai aktivitas seperti mempresentasikan
hasil diskusi, berbagi pengetahuan dengan anggota kelompok lain, dan mengecek
pemahaman. Adanya interaksi antaranggota kelompok memungkinkan terwujudnya
sistem dukungan akademik, yakni setiap anggota mepunyai komitmen untuk membantu
anggota kelompok lain.
3.
Pertanggung jawaban individu dan
kelompok
Dalam
pembelajaran kolaboratif, tidak hanya keberhasilan kelompok saja yang menjadi
perhatian, namun keberhasilan setiap anggota kelompok sangat dipentingkan. Pembelajaran
kolaboratif juga dimaksudkan untuk membuat peserta didik kuat secara
individual. Kelompok harus bertanggung jawab dalam hal pencapaian tujuan dan
masing-masing anggota kelompok harus bertanggungjawab terhadap kontribusinya
dalam kelompok. Pertanggungjawaban individu hanya akan terjadi jika kinerja
tiap individu dinilai danhasilnya diberikan kembali ke kelompok dan individu
yang bersangkutan guna memastikan anggota yang memerlukan bantuan, dukungan,
atau penguatan belajar.
4.
Pengembangan kecakapan interpersonal
Kelompok
kolaboratif berbeda dengan belajar secara individual atau pembelajara kelompok
yang lebih bersifat kompetitif. Selain kecakapan akademik yang hendak dicapai
terdapat kecakapan penting yang hendak dipesankan melalui aktivitas pembelajara
kolaboratif, yakni kecakapan sosial. Perlu disadari bahwa kecakapan sosial
tidak secar spontan tampak ketika pembelajaran kolaboratif dilaksanakan.
Kecakapan sosial sepert kepemimpinan (leadership), kemampuan membuat
keputusan, membangun kepercayaan, berkomunikasi, dan managemen konflik
diharapkan dapat terbetuk melalui pembelajaran kolaboratif yang kontinu dan
berkesinambungan.
5.
Pembentukan kelompok heterogen
Pembentukan
kelompok dilakukan dengan mempertimbangkan agar setiap anggota dapat berdiskusi
sehingga mencapai tujuan mereka dan membangun hubungan kerja yang efektif.
Dalam pembentukan kelompok perlu dideskripsikan tugas setiap anggota kelompok.
Terdapat beberapa prinsip dalam pembentukan kelompok kolaboratif, di antaranya
perlunya mengakomodasi heterogenitas peserta didik, seperti mengkombinasikan peserta
didik yang pendiam dengan peserta didik yang relatif mudah berkomunikasi, peserta
didik yang rendah diri dan optimistis, peserta didik yang mempunyai motivasi
tinggi dan rendah diri. Pembentukan kelompok juga perlu memperhatikan kebiasaan
bekerja, etnik, dan gender. Tidak terdapat ketentuan secara secara pasti
tentang berapa besar suatu kelompok dibentuk. Kelompok yang terlalu besar akan
kurang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berpartisipasi secara
aktif, sedangkan kelompok yang terlalu kecil juga kurang memungkinkan adanya
dinamisasi. Secara umum ukuran kelompok yang baik adalah 4 atau 5 peserta didik.
6.
Berbagi pengetahuan antara guru dan peserta
didik
Pada
pembelajaran tradisional, diyakini pengetahuan mengalir hanya dari guru ke siswa.
Tidak demikian halnya pada pembelajaran kolaboratif. Dalam pembelajaran kolaboratif,
guru menghargai dan mengembangkan pembelajaran berdasarkan pengetahuan, pengalaman
pribadi, strategi, dan budaya yang dibawa siswa. Ketika siswa mengetahui bahwa
pengalaman, pengetahuan, dan strategi penyelesaian masalah mereka dihargai dan digunakan,
mereka akan termotivasi untuk mendengarkan dan belajar dalam cara baru da lebih
dapat membuat hubungan antara pengetahuan “pribadi” dan pengetahuan “sekolah”. Dalam
kegiatan pembelajaran yang demikian, siswa telah diberdayakan.
7.
Berbagi ototritas antara guru dan peserta
didik
Pada
pembelajaran tradisional, menetapkan tujuan pembelajaran, mendesain tugas-tugas
belajar, dan menilai (mengevaluasi) apa yang telah dipelajari siswa menjadi
otoritas guru secara dominan. Tidak demikian halnya pada pembelajaran
kolaboratif. Dalam kelas kolaboratif, guru berbagi oritas dengan siswa dengan
cara yang spesifik. Guru melibatkan siswa secara aktif dalam penetapan tujuan
belajar, pendesaian tugas-tugas, dan evaluasi ketercapaian tujuan belajar.
8.
Guru sebagai mediator
Dalam
pembelajaran kolaboratif, guru berperan sebagai mediator. Dalam hal ini guru membantu
siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa, membantu siswa menggambarkan mengenai apa yang harus dikerjakan ketika
mereka mengalami masalah, dan membantu siswa belajar bagaimana belajar (learn
how to learn).
Keunggulan
Ada beberapa keunggulan yang dapat
diperoleh melalui pembelajaran kolaborasi.
Keunggulan-keunggulan pembelajaran kolaborasi tersebut menurut Hill & Hill
(1993) dalam Suryani (2008) berkenaan dengan: 1) prestasi belajar lebih tinggi;
2) pemahaman lebih mendalam; 3) belajar lebih menyenangkan; 4) mengembangkan
keterampilan kepemimpinan; 5) meningkatkan sikap positif; 6) meningkatkan harga
diri; 7) belajar secara inklusif; 8) merasa saling memiliki; dan 9)
mengembangkan keterampilan masa depan.
Macam-macam Pembelajaran Kolaboratif
Ada
banyak macam pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para ahli
maupun praktisi pendidikan, teristimewa oleh para ahli Student Team Learning pada
John Hopkins University. Tetapi hanya sekitar sepuluh macam yang mendapatkan
perhatian secara luas, yaitu:
1.
Learning Together
Dalam
metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam
kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set
lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
2.
Teams-Games-Tournament (TGT)
Setelah
belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan
anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian
didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.
3.
Group Investigation (GI)
Semua
anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta
perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang
akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana
perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses
dan hasil kerja kelompok.
4.
Academic-Constructive Controversy (AC)
Setiap
anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik
intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik
bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran
ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah,
pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan
keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok
mempertahankan posisi yang dipilihnya.
5.
Jigsaw Proscedure (JP)
Dalam
bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda
tentang suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan
pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian
didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok.
6.
Student Team Achievement Divisions
(STAD)
Para
siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota
dalam setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya
adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan
demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan
individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual
maupun kelompok.
7.
Complex Instruction (CI)
Metode
pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada
penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial.
Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap
pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat
bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat
heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
8.
Team Accelerated Instruction (TAI)
Bentuk
pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/
kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap anggota
kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu.
Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap
pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap siswa mengerjakan soal-soal
tahap berikutnya. Namun jika seorang siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap
pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama.
Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian
didasarkan pada hasil belajar individual maupun kelompok.
9. Cooperative
Learning Stuctures (CLS)
Dalam
pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa
(berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi
tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban
tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu.
Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua siswa yang
saling berpasangan itu berganti peran.
10. Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC)
Model
pembelajaran ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini
menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran
ini, para siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik
secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.
Daftar
Pustaka
Feng Chun, Miao. 2006. Training
Modules on Integrating ICT For Pedagogical Innovation. Makalah disampaikan
dalam National Training on Integrating ICT and Taeaching and Learning yang
diselenggarakan oleh UNESCO Bangkok bekerja sama dengan SEAMOLEC di jakarta, 6
– 10 Maret 2006.
Mahmudi, A. (2006). Pembelajaran Kolaboratif. In Seminar
NAsional MIPA. Yogyakarta.
Smith, L., & Macgregor, J. T. (1992). What is
Collaborative Learning ? Collaborative Learning: A Sourcebook for Higher
Education, 10–29.
Suryani, N. (2008). Implementasi Model Pembelajaran
Kolaboratif untuk Meningkatkan Ketrampilan Sosial Peserta didik. Journal of
Social Sciences, 2. Retrieved from
https://eprints.uns.ac.id/14000/1/1323-2965-1-SM.pdf
Komentar
Posting Komentar