Inilah Saya Bagi Keluarga

            Nama saya Aisyah Agustiyatno, lahir di Jakarta 21 Agustus 1997. Saya memiliki banyak nama panggilan, isah oleh warga sekitar tempat tinggal, ade oleh keluarga di rumah, namun lebih banyak memanggil dengan nama Aisyah. Saya tinggal di Desa Waru Jaya RT. 01 RW. 01 No. 38 Kec. Parung Kab. Bogor, Jawa Barat. Saya adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Saya memiliki satu orang kakak perempuan yang sejak lulus sekolah menengah atas (SMA) pergi merantau ke Jakarta (mengekost), sehingga dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dihabiskan dengan 3 anggota keluarga dirumah yaitu saya, ibu dan bapak. Hobi saya adalah membaca, walaupun kebanyakan bahan bacaan saya adalah karangan fiksi seperti novel atau komik.
            Saat ini, saya kuliah di Universitas Indraprasta PGRI program studi Pendidikan Matematika. Salah satu alasan saya mengapa mengambil kuliah di jurusan pendidikan karena ucapan bapak yang berkata “de, gak apa-apa ya jadi guru aja. Hitung-hitung meneruskan cita-cita bapak yang mau jadi guru tidak tercapai”, padahal pada saat itu kakak saya juga kuliah di jurusan pendidikan hanya saja tidak fokus untuk menjadi seorang guru. Pada awalnya saya ingin mengambil jurusan matematika murni di salah satu perguruan tinggi negeri tapi karena belum jodohnya, saya ditolak dan akhirnya saya diterima sebagai mahasiswa reguler di Universitas Indraprasta PGRI. Sejak kecil saya sangat suka matematika karena saya sukar memahami pelajaran yang tidak terdapat angka atau berhitung didalamnya, sehingga mata pelajaran yang saya kuasai hanya matematika. Hal itu pun terbukti dengan hasil tes IQ saya yang ternyata lebih unggul dalam kemampuan abstraksi dan penalaran dibandingkan dengan kemampuan bahasa. Oleh karean itu, saya mengambil program studi pendidikan matematika.
            Sejak 19 tahun saya lahir di dunia ini, belum banyak hal yang saya berikan kepada kedua orang tua saya. Sejauh ini hanya sebuah prestasi di sekolah yang saya berikan seperti sering mendapat ranking 10 besar di sekolah dan menjuarai beberapa lomba yang diikuti. Dalam hal prestasi mungkin saya bisa dikatakan anak yang dapat dibanggakan oleh orang tua saya terutama saat saya di sekolah dasar. Walaupun sebenarnya saya anak yang tidak begitu rajin belajar, tapi alhamdulillah Allah SWT memberikan saya kesempatan untuk membanggakan kedua orang tua. Di luar prestasi yang saya dapatkan di sekolah, ada dua hal yang membuat saya merasa gagal sebagai seorang anak karena tidak dapat memenuhi harapan kedua orang tua saya yaitu gagal di terima di PTN dan gagal di terima di sekolah ikatan dinas. Setelah kakak saya gagal di terima di PTN dan sekolah ikatan dinas maka saya lah yang diharapkan dengan ekspetasi tinggi oleh kedua orang tua saya untuk diterima di PTN ataupun sekolah ikatan dinas, tapi takdir berkata lain, satu-satunya anak yang bisa diharapkan juga gagal. Namun, hingga saat ini orang tua saya sudah tidak mengungkit lagi masalah itu, yang terpenting saya masih bisa kuliah dan bisa meneruskan cita-cita bapak.
            Terlahir sebagai anak bungsu  didalam keluarga menjadikan saya berkepribadian manja, galak tapi cengeng, susah diatur, pemalas, mudah mengambek, dan sifat-sifat lain yang berpeluang besar dimiliki oleh anak bungsu. Walaupun manja, tapi sejak kecil saya dibiasakan oleh orang tua saya untuk membeli barang diluar kebutuhan sekolah yang saya inginkan dengan uang sendiri, misalnya untuk membeli baju lebaran. Hal yang demikian itu, terjadi karena kondisi keuangan keluarga yang tidak memungkinkan untuk menturuti semua permintaan saya dan kakak saya. Setelah saya kuliah dan mulai mencari uang tambahan untuk keperluan kuliah, saya mengerti mengapa orang tua saya mengajarkan saya untuk membeli barang yang diinginkan dengan uang sendiri karena mencari uang itu sulit dan buat apa menghamburkan uang untuk keperluan yang tidak begitu penting. Namun, semua hal itu berubah sejak kejadian yang menimpa keluarga saya dibulan Februari tahun ini. Seseorang yang sangat berarti dan tempat bergantung buat saya jatuh sakit, ibu saya didiagnosa menderita CHF (Congestive Heart Failure) atau yang lebih dikenal dengan gagal jantung. Sejak keluar dari perawatan rumah sakit pada bulan februari, ibu tidak bisa melakukan pekerjaan berat yang membuat cepat lelah sehingga segala pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh saya dan bapak.
            Hal tersebut merubah kepribadian dan rutinitas saya sebanyak 900. Terbiasa ingin makan tinggal makan, mau pakai baju tinggal pakai sudah dicuci dan disetrika, mau berangkat kuliah sudah ada yang membangunkan, kalau lupa membereskan tempat tidur sudah ada yang membereskan, kini semua hal itu harus saya lakukan sendiri. Bahkan kebiasaan saya yang kalau lagi malas makan harus disuapin, tak bisa saya lakukan lagi. Saya yang tidak bisa tidur jika gerah dan banyak nyamuk, pasti akan mengeluh dan merajuk bahkan sampai menangis. Tapi hal yang demikian itu tidak mungkin saya lakukan lagi, tak ada tempat dan waktu untuk bermanja-manja ria seperti itu. Terbiasa tidur ada yang membangunkan, sekarang harus bangun sendiri kalau tidak telat. Bangun tidur harus sebelum shubuh untuk masak dan mencuci piring terlebih dahulu, kalau kesiangan maka tidak ada yang namanya sarapan dan membawa bekal. Sekarang saya tau betapa lelahnya menjadi ibu, bangun pagi buta untuk masak, masih harus membangunkan penghuni rumah, orang rumah sudah berangkat kerja masih harus menyapu dan mengepel, seminggu sekali harus mencuci pakaian dan menyetrika baju, dan masih harus mengurus hal rumah tangga lainnya. Menjadi satu-satunya anak yang tinggal dirumah mengharuskan saya mengambil tanggung jawab sebagai pengurus rumah tangga. Sesuatu yang dulu sangat jarang saya lakukan. Dulu, saya paling hanya menyetrika baju, itupun hanya baju saya sendiri. Sekarang semua menjadi tanggung jawab saya. Lelah memang, lantas mau bagaimana lagi ? tidak mungkin hal itu dikerjakan oleh bapak apalagi oleh ibu. Saya harus belajar mandiri dan bisa membackup urusan rumah tangga seperti itu, karena kalau bukan saya siapa lagi yang akan mengerjakannya.
            Di keadaan ibu yang sakit, tak dapat dipungkiri kebutuhan pun melonjak tajam. Walau untuk biaya pengobatan sudah ditanggung oleh bpjs, namun biaya yang tak terduga dalam proses pengobatan pun lebih banyak. Bapak yang sekarang berangkat kerja selalu telat karena mengurus keperluan ibu terlebih dahulu menyebabkan pemasukan keuangan pun berkurang. Dan pada akhirnya saya pun juga harus mulai mencari uang tambahan untuk membantu meringankan biaya kuliah dengan mengajar anak sekolah. Tak banyak memang yang didapatkan, setidaknya mampu memberikan saya uang tambahan untuk keperluan kuliah. Tak banyak konstribusi yang telah saya berikan kepada keluarga, mencoba mendaftar beasiswa baituzzakah pertamina ini pun menjadi salah satu upaya yang dapat saya lakukan untuk meringankan beban orang tua.

            Setiap kejadian pasti ada hikmahnya.  Salah satu hikmah yang dapat saya ambil dari kejadian ini yaitu saya bertransformasi dari anak manja menjadi anak yang lebih mandiri dan dapat diandalkan oleh keluarga.  Terlahir menjadi anak bungsu dengan kejadian ini menjadikan saya harus bersikap seperti anak sulung, tidak manja, bertanggung jawab, mandiri, dan lebih penyabar. Hal yang paling penting dari kejadian ini adalah sehat itu mahal, dan sesuatu yang sangat bernilai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gathering Bazma Scholars 2018

Artha

Aliran Filsafat Matematika